Ekspor arang kelapa dan sabut kelapa Indonesia sangat prospektif untuk ditingkatkan. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan kedua produk kelapa di pasar global untuk bahan baku Industri.
Sabut kelapa banyak dimanfaatkan sebagai media tanam, antara lain di Korea dan Jepang. Di Jerman, sejumlah perusahaan otomotif menggunakan sabut kelapa sebagai salah satu bahan baku jok mobil.
Selain itu, sabut kelapa dimanfaatkan sebagai bahan dasar kerajinan, bahan bakar, pupuk organik dan briket, serta sebagai komponen alat penyaring air. Arang kelapa banyak dimanfaatkan, selain untuk bahan obat dan farmasi, juga digunakan sebagai bahan bakar shisha atau rokok Arab di kawasan Timur Tengah.
Menurut FAO pada 2017, Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia, mengalahkan Filipina dan India. Kontribusi Indonesia mencapai 31 persen, atau 18,98 juta ton dari total produksi kelapa dunia.
Filipina berkontribusi sebesar 22,9 persen, atau sebesar 14,05 juta ton dan India berkontribusi sebesar 18,7 persen, atau sebesar 11,5 juta ton.
Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan, potensi kelapa Indonesia sebagai produsen nomer 1 dunia perlu dimanfaatkan dengan memperkuat hilirisasi dalam menghasilkan produk-produk turunan kelapa yang dapat memberikan nilai tambah langsung ke petani dan memperluas akses pasarnya.
"Ekspor arang kelapa Indonesia tahun 2018 sebesar 200,1 ribu ton, dengan nilai ekspor mencapai 155,6 juta dolar AS, sedangkan serat kelapa/ sabut kelapa diekspor sebesar 33,95 ribu ton, dengan nilai ekspor sebesar 9,37 juta dolar AS," katanya.
Produk arang kelapa Indonesia paling banyak diekspor ke China, Irak, Saudi Arabia, Srilangka, Malaysia, Lebanon dan Jerman, sedangkan produk serabut kelapa Indonesia diekspor ke negara China sebanyak 31,5 ribu ton, atau senilai 8,85 juta dolar AS," kata Kasdi dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (15/8/2019).
"Ke depan, kita perlu memperluas akses pasar untuk ekspor arang kelapa dan sabut kelapa, serta komoditas turunan kelapa lainnya, dengan nilai tambah yang tinggi tetapi belum banyak di kembangkan di Indonesia, seperti VCO, dessicated coconut, isotonic water, CCO dan minyak goreng kelapa, karena selama ini, Indonesia lebih banyak mengekspor mentah atau setengah jadi seperti kopra, kemudian proses nilai tambah dilakukan negara lain," tambah Kasdi.
Selama ini, kelapa dibeli Tiongkok, Thailand, dan Filipina, dan langsung diolah, disortir, dikemas, masuk dalam penjamin mutu dan konsistensi.
"Indonesia banyak mengekspor mentahnya. Untuk memberi nilai tambah, butuh kerja sama sektor pertanian, industri, dan perdagangan," tutur Kasdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar